PAD terbesar itu dari pajak kendaraan bermotor


Kendaraan Baru Penyumbang PAD Terbesar DIY
Rabu, 20 Agustus 2014 14:44

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ekasanti Anugraheni

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Kemacetan menjadi masalah utama di Kota Yogyakarta yang belum juga terselesaikan. Banyaknya kendaraan baru jadi pemicu utamanya. Ironisnya, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) ternyata menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar DIY.

80 persen PAD berasal dari pajak kendaraan bermotor ini. Padahal, itu juga yang jadi pemicu kemacetan. Sulit kami,” ungkap Kepala Bidang Anggaran dan Pendapatan DPPKA DIY Gamal Suwantoro dijumpai di kantornya, Selasa (19/8).

Dari total PAD DIY senilai Rp1,3 triliun, pajak kendaraan bermotor menyumbang hingga Rp1 triliun. Kondisi ini ibarat buah simalakama. Sebab, DIY tak punya sumber pemasukan lain yang besarnya setara dengan pajak kendaraan ini. “DIY kan enggak punya Sumber Daya Alam (SDA) yang bisa menyumbang pemasukan sebesar itu,” ujarnya.

Data DPKAA DIY menunjukkan adanya penambahan 5 hingga 10 persen kendaraan baru setiap tahunnya. Pada 2013 terdapat 148 ribu mobil dan motor baru di DIY. Total kendaraan yang terdata bahkan mencapai 1,39 juta unit. Hampir 50 persen di antaranya merupakan mobil murah Low Cost Green Car (LCGC). Sementara volume jalan tidak bertambah.

Untuk mengerem lonjakan kendaraan itu, Pemda DIY sudah menerapkan pajak progresif. Tapi hal itu hanya berlaku untuk kendaraan roda empat. Penerapan pajak progresif untuk sepeda motor sempat ditentang kalangan mahasiswa pada 2011 lalu. Alasannya banyak pengguna sepeda motor dari kalangan pelajar dan mahasiswa yang kemampuan ekonominya pas-pasan.

“Upaya mengerem jumlah kendaraan baru ya lewat pajak progresif itu. Tapi besarannya memang masih lebih kecil dibanding DKI Jakarta,” tutur Gamal.

DKI Jakarta menerapkan pajak progresif yang besarannya hampir dua kali lipat dari pajak reguler. Untuk kendaraan kedua, pajaknya naik jadi dua persen dari Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB). Kendaraan ketiga jadi empat persen, kendaraan kelima bahkan mencapai 10 persennya.

Menanggapi kemacetan itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Energi dan Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM) DIY melakukan kajian kembali soal kebutuhan infrastruktur jalan di DIY. “Mana saja yang butuh flyover atau underpass untuk memecah kepadatan,” kata Sri Sultan.

Sebab, titik kepadatan tidak hanya terjadi di pusat kota Malioboro saja tapi sudah menyebar hingga jalur lingkar (ring road). Terlebih, akibat limpahan arus dari Comal, kepadatan kendaraan naik dua kali lipat di DIY.

Kantong-kantong parkir baru yang tengah digarap Pemda, yakni Ngabean dan Abu Bakar Ali juga dianggap belum mampu mengatasi luberan parkir kendaraan yang memadati jalan. “Saya yakin itu belum cukup. Lahan 30 ribu meter persegi untuk parkir itu tetap harus ada,” ujar Gubernur. (tribunjogja.com)


Realisasi setoran pajak di DIY 2016 lebihi target
Kamis 12 Jan 2017 10:03

Ajeng Widya

Dinas Pengelolaan Pendapatan, Keuangan, dan Aset Derah Istimewa Yogyakarta mencatat Pendapatan Asli Daerah (PAD) DIY dari sektor pajak selama 2016 mencapai Rp 1,44 triliun.

Kepala Dinas Pengelolaan Pendapatan, Keuangan, dan Aset DIY Bambang Wisnu Handoyo di Yogyakarta, Rabu, mengatakan capaian PAD dari sektor pajak tersebut mencapai 101% dari target sebesar Rp 1,424 triliun. “Penyokong terbesar masih dari sektor pajak kendaraan mencapai hampir 90%,” kata Bambang.

Bambang mengatakan dengan tingginya pendapatan dari sektor pajak tersebut realisasi pendapatan asli daerah (PAD) DIY selama 2016 dapat terealisasi Rp 1,673 triliun.

Pajak dari sektor kendaraan berkontribusi Rp 1,2 triliun. Angka itu diperoleh dari capaian pajak kendaraan bermotor Rp 600 miliar, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) Rp 428 miliar, serta Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) Rp 221 miliar. Lalu, kontribusi dari pajak rokok Rp189,6 miliar.

Bambang berharap selain dari sektor pajak, hasil pengelolaan sejumlah perusahaan atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DIY dapat berkontribusi signifikan pada 2017.

Sejumlah perusahaan yang dimaksud Bambang adalah PT Anindya Mitra Internasional (PT AMI), PD Taru Martani, serta PD Bank Pembangunan Daerah (BPD).

Ia mencontohkan PT AMI, selain sebagai operator bus TransJogja, melalui unit usaha tambangnya berpeluang mengembangkan hasil olahan lanjutan dari produksi bahan-bahan galian terutama batu kapur (calcium carbonat) selain sebagai bahan konstruksi juga sebagai bahan bakar alternatif.

“Untuk 2017 saya memang ingin konsentrasi membesarkan BUMD. Misalnya PT AMI dari divisi tambangnya,” kata dia.

Sumber : kontan.co.id (Yogyakarta, 12 Januari 2017) dicopy klinikpajak.

Sebagai warga Jogja, kadang terpikir, kapan ya kota ini memiliki moda transportasi masal yang cepat, tepat waktu, hemat biaya, terjangkau. Sebagaimana yang dimiliki kota-kota tetangga sebelah, sebut saja Singapura dan Kuala lumpur.

Setiap sore, berpeluh asap, rebutan start dari lampu merah, sepertinya mau-nggak-mau saja. Waktu tempuh semakin lama. Apa iya transportasi kota terpelajar begini-begini terus?

Sementara kota-kota negara lain dengan bangga memamerkan rute-rute baru MRTnya, kecanggihan otomatisnya, kita disini setiap hari disuguhi selebaran sales harga sepeda motor melulu.

Beberapa tahun lalu telah mencuat gagasan pengaktifan jalur kereta Jogja – Magelang. Dan beberapa jalur lawas lainnya, kabar-kabarnya juga mau direvitalisasi. Sungguh menyenangkan.

Tapi, kabarnya itu juga baru wacana. Terlebih setelah melihat bagaimana porsi pajak kendaraan bermotor yang dominan sebagai penyumbang PAD.

 

Kan sudah ada transjogja mas?

Sampeyan pernah naik transjogja? kalo belum silahkan naik dulu, baru tulis komentar di bawah ini.

 

Satu pemikiran pada “PAD terbesar itu dari pajak kendaraan bermotor

Tinggalkan komentar