Senin pagi, seperti biasa tv saya biarkan hidup. Sementara saya bersih-bersih lantai rumah, (bo’ong ding! saya masih tiduran di kasur waktu itu, dingin banget sih…), ya liat-liatlah kalo ada berita menarik atau yang nggak membosankan disamping demo mahasiswa menolak BBM bentrok sama pak pulisi.
Ya benar. Ternyata ada satu berita menarik. Di salah satu stasiun tv swasta nasional, beritanya: Di Monas (1 Juni) FPI menyerang AKK BB menjadi head utama. Saya kira cuma sepintas lalu menghiasi layar kaca. Eee,,, ternyata sampai hari ini pun belum juga kelar kasusnya. Bak bola salju, efeknya merembet kemana-mana, dan semakin menjauhi akar persoalan yang utama.
Malah dikenal karakter-karakter yang sebenarnya jauh dari substansi utama. Ada Munarman lah, Gus Dur lah, Habib Riziq lah. Isu beralih ke bentrok di kantong NU yang kebetulan disana sudah ada markas FPI-nya. Bahkan muncul hembusan bubarkan MUI. TransTV, kemarin sore, malah nyambung ke istrinya Habib Riziq. Naga-naganya malah masuk infotainment nih. Cam mana pula’ ini, bah??!!
Pagi ini, saya membaca artikel menarik di salah satu blog (yang sempat nangkring di top blog wordpress.com). Artikel tersebut sebenarnya bukan artikel. Cuma kopi paste tajuk utama dua surat kabar gajah. Satu dari Kompas. Satu dari Republika. Yang bisa saya ambil, yang dari Kompas intinya adalah : menyoroti kekerasannya, dan tidak peduli apa sebab akibatnya. Lihat kutipan dibawah ini:
Terlepas dari kaitan sebab-akibatnya, dampak kekerasan pada dirinya luar biasa.
Sementara itu, Republika lebih mengarahkan ke ‘ke-liberal-itas-an’ beberapa kelompok di Indonesia ketimbang menyoroti kekerasan FPI. Republika melihat ada sebab yang lebih mendasar yang perlu dicermati daripada masuk ke pusaran isu yang diobor-obori media massa yang mungkin di-‘tunggangi’ pihak yang berkepentingan. Lihat kutipan dari Republika:
Gerakan kaum liberal di Indonesia hanyalah ujung ekstrem dari ekstrem lainnya, kaum dogmatis.
Dari dua perbedaan diatas jelaslah bahwa media membawa kepentingan. Beberapa tv yang saya lihat, sudah mulai mengaburkan permasalahan utama, dan membuat pusaran-pusaran isu lanjutan yang sebenarnya sangat jauh dari substansi. Media menjadi alat obor-obor untuk mendukung sebuah tujuan. Dan akhirnya, simpulan yang saya ambil, satu kali memasang jaring, dua tiga ikan tertangkap. Ya FPI, ya MUI, ya NU. Sementara pemerintah juga menangguk untung (di satu sisi), polisi juga, media juga, yang dibelakangnya juga.
Saya nggak mendukung salah satu pihak. Tetapi saya kira, ada baiknya semua diselidik dari awal dengan kejujuran. Dan untuk orang Islam semoga lebih hati-hati. Daripada keadaan dikendalikan the hidden agent, …