Biaya Kuliah UTY 2017

Informasi Biaya Pendidikan & Sumbangan Pengembangan Akademik (SPA) T.A. 2017/2018Dalam Mata Uang Rupiah (Rp)

Program Studi Jenjang Akreditasi SPP TETAP
PER SEMESTER
SPP VAR
PER SKS
SPA
GEL. 1 *)
Akuntansi D3 A 1.500.000 150.000 10.000.000
Akuntansi S1 A 2.250.000 175.000 20.000.000
Manajemen S1 A 2.250.000 175.000 17.500.000
Manajemen Informatika D3 A 1.500.000 150.000 10.000.000
Teknik Informatika S1 B 2.250.000 175.000 16.000.000
Sistem Informasi S1 B 1.750.000 150.000 12.500.000
Bahasa Inggris D3 B 1.200.000 125.000 7.000.000
Bahasa Jepang D3 B 1.200.000 125.000 8.000.000
Sastra Inggris S1 B 1.500.000 150.000 11.000.000
Arsitektur S1 B 2.000.000 190.000 15.000.000
Teknik Sipil S1 B 2.000.000 190.000 15.000.000
Teknik Elektro S1 B 2.000.000 175.000 14.000.000
Sistem Komputer S1 B 1.500.000 175.000 12.000.000
Teknik Industri S1 C 1.250.000 150.000 10.000.000
Psikologi S1 B 1.500.000 150.000 13.000.000
Bimbingan dan Konseling S1 C 1.200.000 125.000 7.000.000
Pend. Teknologi Informasi S1 C 1.200.000 125.000 7.000.000
Pend. Bahasa Inggris S1 C 1.200.000 125.000 7.000.000
Perencanaan Wilayah Kota S1 C 1.200.000 125.000 8.000.000
Hubungan Internasional S1 C 1.200.000 125.000 8.000.000
Ilmu Komunikasi S1 C 1.200.000 125.000 8.000.000

 

*) Keterangan :

  1. SPA dapat diangsur 4 (empat) kali pada tahun pertama.
  2. Pembayaran Mahasiswa Baru saat her-registrasi (daftar ulang) adalah SPP Tetap + Angsuran 1 SPA (30%) + Dana Pra Kuliah Rp1.500.000,-
  3. Dana Pra Kuliah dikenakan sekali selama kuliah
Perhatian!

  • Apabila saudara mendapatkan perbedaan informasi biaya dari informasi yang ditampilkan website ini, maka informasi yang benar adalah dari Panitia PMB UTY.
  • Waspadalah terhadap segala macam bentuk penipuan melalui email, SMS, atau telepon yang mengatasnamakan UTY atau Panitia PMB UTY.

Seperti tercantum dalam web resmi http://pmb.uty.ac.id/utama/biaya yang diakses hari ini, 27-04-2017.

 

Balada Pasangan Muda Mencari Rumah di Jakarta

Muhammad Andika Putra
Sabtu, 15/04/2017 20:52 WIB

Jakarta, CNN Indonesia — Membeli rumah di DKI Jakarta tak semudah membeli kendaraan bermotor. Selain sulit mendapatkan lokasi untuk membangun rumah, harga yang mahal menjadi alasan ketidakmampuan membeli rumah di Jakarta. Terutama untuk pasangan baru menikah atau pasangan muda.

Hal itu dirasakan benar oleh pasangan muda Esa Raditya dan Karina Saputri.

Sebagai warga Jakarta, Esa dan Karina bermimpi memiliki rumah di ibu kota. Sayangnya, hal itu belum terwujud sehingga mereka terpaksa mengontrak rumah di Bekasi, Jawa Barat.

“Sebetulnya saya lebih pengin ngontrak Jakarta karena dekat. Tapi kontrakan di Jakarta mahal, nggak kekejar kalau ngontrak di Jakarta,” kata Esa kepada CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

Kurang lebih sudah satu setengah tahun mereka menikah. Selama itu juga mereka tinggal di rumah dengan biaya kontrak Rp15,5 juta pertahun.

Esa tidak pernah telat membayar sewa dan merasa nyaman tinggal di sana, lantaran dekat dengan stasiun kereta. Menurutnya kenyamanan tempat tinggal juga diukur dengan jalur transportasi yang mudah.

Hanya butuh waktu 10 menit dari rumahnya menuju stasiun kereta. Dengan waktu 45 menit ia sampai kantor yang terletak di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. Setidaknya, lokasi rumah yang tidak di Jakarta, tidak mempersulit ia berangkat kerja.

Esa sendiri masih mengejar mimpi untuk membeli rumah. Setiap bulan ia selalu menyisihkan uang sekitar Rp2 juta, sebagai tabungan untuk membeli rumah.

Tabungan itu tidak bisa lebih besar, lantaran banyak pengeluaran yang harus ia tanggung. Selain kebutuhan rumah tangga, Esa masih berusaha menutup kartu kredit.

Esa merasa pesimis untuk membeli rumah di Jakarta walau tabungan terus bertambah. “Kita udah nggak akan mampu beli rumah di Jakarta, mahal. Rumah bapak saya di Gandaria per meter sekitar Rp25 jutaan,” kata Esa.

Dia melanjutkan, “Saya pengin beli rumah paling di Bekasi saja. Kalau maksa di Jakarta paling bisa beli apartemen. Tapi kalau udah berkeluarga kayaknya sih, nggak.”

Belakangan, kepemilikan rumah yang mudah dan murah, memang menjadi sorotan di DKI Jakarta.

Pasangan calon Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno berlomba mengampanyekan program hunian terjangkau. Ahok-Djarot dengan skema sewa beli, Anies-Sandi dengan skema uang muka nol rupiah.

Bantuan Orang Tua

Esa berharap siapapun yang nanti terpilih bisa memberikan solusi, bukan janji manis belaka. Menurutnya, selama ini sebagian besar pasangan muda di Jakarta memiliki rumah karena dibantu atau diberi orang tua.

Pasangan lain, Rio Ramadahani dan Renyca Meidiana, merupakan salah satu pasangan muda yang memiliki rumah dengan bantuan orangtuanya. Sejak menikah pada Januari 2015, mereka berdua sudah tinggal di rumah yang terletak di Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

Ayah Rio memiliki tanah seluas 60 meter persegi sejak tahun 1996. Pada tahun 2014, ayahnya memberikan tanah itu pada Rio dan membantunya untuk membangun.

“Kurang lebih habis Rp 700 juta untuk bangun rumah dua lantai kayak gini. Waktu itu ayah saya kasih sekitar 65 persen dari pengeluaran dan sisanya saya sendiri,” kata Rio saat kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.

Rio bersyukur bisa punya rumah di Jakarta, meskipun dengan bantuan orang tua. Apalagi, rumah itu dekat dengan toko perlengkapan jahit yang ia miliki di Pasar Mayestik, Jakarta Selatan. Hanya butuh sekitar 30 menit dari rumahnya menuju Pasar Mayestik.

Seandainya belum memiliki rumah saat menikah, Rio mengaku tidak tertarik dengan program Ahok-Djarot atau Anies-Sandi. Ia merasa tidak nyaman bila harus tinggal di rumah susun karena alasan privasi.

Lagi pula, lebih baik menabung dari penghasilan Rp3 juta rupiah untuk beli rumah di luar Jakarta daripada membeli rumah susun. “Program yang ditawarkan itu belum tentu solusi. Tinggal di rumah susun itu kan mengubah gaya hidup orang Jakarta dan itu tidak mudah,” kata Rio.

Sampai saat ini Rio belum memiliki rencana untuk pindah rumah ke wilayah yang lebih dekat dengan lokasi tokonya. Selain alasan kepadatan, Rio mengatakan sudah merasa nyaman dengan lokasi rumah yang ia tempati saat ini. Dia menyebut, jikapun harus pindah, Jakarta tidak akan jadi pilihan pertama.

“Kalau pindah pun nanti, pindah ke Lombok. Di bawah Gunung Rinjani, sambil ternak kambing dan berkebun. Ingin pensiun dini, mau mendalami sisi positif. Jakarta nggak lah, terlalu padat dan banyak fitnah,” kata Rio.

(wis/les)

komen: ga jauh beda dg di jogja, harga tanah naiknya ga sebanding dg naiknya tabungan untuk membeli. semakin susah kl yg ditabung aja g ada.

bagi yg pengin merealisasikan punya rumah, segera minta bantuan (tdk dg memaksa) orang tua jika punya tanah ataupun uang (jika mampu), sisihkan gaji anda untuk tabungan, setidaknya ini bisa menutup uang muka yg biasanya diharuskan mencapai 30% dari harga rumah. sisanya dicicil dari gaji.

tdk perlu rumah baru, rumah bekas gpp, tanah doang jg gpp,,,

lebih cepat lebih baik, lebih lambat… harga naik lagi hari senin

Ternyata Solo duluan yang mengadakan feeder “Busway”-nya

Armada Keren di Kota Solo Sudah Beroperasi, Simak Rute Ini!
Editor : Nofik Lukman Hakim –
Jumat, 07/04/2017

SOLO, Joglosemar.co– Sebanyak 41 kendaraan pengumpan (feeder) Batik Solo Trans (BST) akhirnya resmi dioperasionalkan, Kamis (6/4). Armada baru ini melayani koridor 11 yang dulunya rute angkutan kota (angkot) 02 dan koridor 13 yang dulu rute angkot 06.

Acara peluncuran yang dilakukan di Balaikota Surakarta itu dihadiri Walikota Surakarta FX Hadi Rudyatmo didampingi Wakil Walikota Surakarta Achmad Purnomo, Sekretaris Daerah (Sekda) Surakarta, Budi Yulistianto dan Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Surakarta Hari Prihatno.

Dalam acara peluncuran kemarin secara simbolis Walikota Surakarta memandikan armada dengan air kembang dalam kendi, kemudian memecahkan kendi ke tanah dan menyerahkan kunci kepada pengemudi feeder.

Walikota dalam kesempatan itu juga sempat menjajal mengemudikan feeder mengelilingi halaman Balaikota.

“Feeder ini untuk pengganti angkot yang akan melayani koridor 11 dan 13. Jadi hari ini sudah bisa beroperasi,” ujar Walikota Surakarta, FX Hadi Rudyatmo kepada wartawan di sela-sela peluncuran feeder BST, Kamis (6/4/2017).

Sekadar diketahui koridor 11 melayani rute Donohudan, Banyuanyar, Tirtonadi, Gendengan, Baron, Gading, Klewer. Sedangkan koridor 13 melayani rute Mojosongo, Kadipiro, Tirtonadi, Lumban Tobing, Pasar Legi, Gemblegan, Gading dan Klewer.

Adanya feeder, lanjut Rudy, diharapkan tidak hanya sebagai pengganti angkot yang sudah ada tapi untuk mewujudkan transportasi umum yang nyaman dan aman bagi masyarakat.

Ada beberapa regulasi yang harus dipatuhi pengemudi feeder BST, yakni mengangkut penumpang sesuai kapasitas kursi, dilarang merokok di dalam kendaraan, tidak boleh ngetem, dilarang menerima carteran ataupun dilarang keluar rute.

“Aturan ini sudah sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang sudah disusun. Itu harus dipatuhi baik pengemudi ataupun penumpang,” imbuhnya.

Rudy memastikan akan melakukan pengawasan di lapangan terkait pengoperasian feeder.

Diharapkan masyarakat juga ikut melakukan pengawasan dengan melaporkan ke Dishub Surakarta jika ada pengemudi yang menyalahi ketentuan. “Evaluasi akan dilakukan secara rutin bisa satu bulan sekali,” katanya.

Sementara itu Kepala Dishub Surakarta, Hari Prihatno menyatakan jika armada feeder yang ada baru bisa melayani dua koridor. Nantinya tahun ini akan dilakukan pengadaan lagi sekitar 30 unit feeder.

“Adanya feeder ini diharapkan bisa memudahkan masyarakat menuju koridor BST ataupun penumpang BST yang akan melanjutkan perjalanan,” ungkapnya.

Ditambahkan, pihaknya akan melakukan komunikasi dengan dua koperasi yang menjalankan feeder sebagai bentuk pengawasan pengoperasian feeder. “Intinya pemkot ingin menyediakan transportasi yang nyaman dan murah bagi masyarakat,” pungkasnya.

Apa kata mereka tentang transjogja?

Banyak juga ternyata yg berpendapat bahwa program ini adalah program ambisius yg sia2 & hanya menghamburkan uang negara. Dilihat bahwa dlm kurun waktu 3 tahun berjalannya program ini, trans jogja semakin merugi (baca : kompas.com). Banyak juga yg berpendapat bahwa program ini semakin menambah keruwetan lalu lintas kota Jogja. Di samping itu perawatan sara & pra sarana yg dinilai masih kurang, banyak yg menganggap program ini tdk akan berjalan lama. (TS kaskus, de.co – 04/01/2012 02:20 PM)

Masalah cm di sopirnya trans jogja aja ugal2an…. (andre4g63 – 04/01/2012 02:56 PM)

headway antar bus masih delay lama D belum punya jalur sendiri, jadi masih bersaing sama angkutan umum kalo dijalan D (wicaxvaganza – 04/01/2012 03:39 PM )

mash ada beberapa poin sebagai pe-er yg perlu ditingkatkan untuk memaksimalkan kinerja transjogja, semisal :

  • ada baiknya transjogja menambah jumlah halte pemberentian, halte pemberentian tidak perlu semewah yg ada apalagi dilengkapi CS karena akan menambah biaya,,, cukup halte tertentu saja yg dianggap penting yg dilengkapi dg fasilitas seperti sekarang, yg penting halte dibuat layak sebagai tempat buat menunggu bis
  • ada baiknya transjogja menambah jumlah armada bis, ini sudah jelas, halte tambah masak armada gak tambah, dg begini pelanggan tidak pelayanan cepat dan maksimal

diluar itu masih ada beberapa yg dianggap sebagai titik lemah transjogja, semisal:

  • proyek transjogja adalah proyek rugi, memang transjogja merugi tp perlu diingat klo yg rugi itu cuma beberapa trayek alias tidak semua, yg mana jika dihitung secara global mestinya sudah bisa tertutupi dg trayek transjogja yg lain,,, secara logikanya masak perusahaan yg neraca keuangannya negatif bisa survive sampai 3 thn bahkan terus ekspansi hammer:
  • proyek transjogja membuat jogja semakin ruwet, pendapat seperti ini ada benarnya walopun lebih banyak salahnya Peace: karena tanpa transjogja pun jogja sudah ruwet jadi biang keroknya bukan transjogja
    problem utamanya menurut ane ada di volume kendaraan yg lebih besar dibanding volume jalan, volume kendaraan terus bertambah sementara volume jalan segitu2 aja
    solusi untuk masalah ini imo perlu solusi yg cukup ekstrem alias sudahlah…. pemerintah cabut saja tuh subsidi BBM Peace: selain itu untuk mobil selain angkutan umum harus pakai pertamax
    cara ini setidaknya bisa mengerem laju pertumbuhan kendaraan disamping tentunya bisa memaksimalkan pemanfaan APBN untuk sektor2 lain yg lebih penting
    dg kondisi seperti ini mau gak mau “memaksa” masyarakat untuk memakai kendaraan klo bener2 kepepet sedangkan klo kondisi normal kan dah ada transjogja sebagai solusi transportasi ato kembali lagi ke laptop, yakni memaksimalkan anggota tubuh dg jalan kaki atau naik sepeda yg mana hal ini bisa berdampak positif bagi lingkungan alias go green
  • proyek transjogja memancing kisruh dg bis2 yg sudah ada, masalah ini juga sebenernya yg mbikin kinerja transjogja kurang maksimal dan akhirnya beberapa trayek merugi yakni rute transjogja tidak bisa berkembang secara maksimal karena bentrok dg rute bis2 yg ada
    untuk masalah ini memang sangat rumit, secara klo gampang dari dulu jg dah kelar hammer:
    tp pendapat ane yg nubitol, memang harus ada tindakan yg ekstrem, opsi untuk bis2 yg sudah ada cuma 2 : mau dibina atau dibinasakan Peace:
    dibinasakan disini bukan dihapus ato dimatikan, maksudnya mau gak mau transjogja masuk ke jalur bis2 yg ada dan bersaing secara sehat, bis2 yg ada sekarang terbukti secara sah dan meyakinkan memonopoli trayek2 yg ada dg cara menghalangi transjogja masuk,sementara bis2 yg ada tidak memenuhi kelayakan sebagai transportasi capedes, jadi persis seperti prinsip evolusi yakni only the stronggest will survive, jadi bis2 yg ada mau tinggal pilih mengikuti arus atw digilas oleh arus perubahan,memang kedengarannya agak klise tp itulah realita kehidupan

(l0l1p0p – 04/01/2012 05:56 PM)

Butuh kendaraan umum biar ngga macet. ini harus bgt dipikirin selain transjogja, yg bisa nyentuh jalan2 kecil (Sabine, )

Mohon atur ulang rute transjogja, buat terminal transit utama di pusat kota seperti d Jakarta. Armada jg perlu diperbanyak. (Antonio, )

saya pernah naik transjogja dari daerah malioboro ke monjali, nunggunya 2jam sendiri baru sampai rumah. Ga efisien. (Ruth Amelia,

Nunggu transjogja 3A suwe tenan ~(di(A)b(L)os, )

heran, angkotnya aja masih blm bener, #transJogja nya luamaaaaa dtgnya. iso-isone nglarang transportasi online sg akeh promone. mbelgedhes! (ajeng dinnya palupi, 12:07 AM – 14 Mar 2017)

pernah nyobain transjogja dari adisucipto sampe tamanpintar total dari nunggu sampai turun di depan tamanpintar butuh waktu ampir 2 jam (ruli, 4:29 PM – 13 Mar 2017)

TJ silit pithik! Uwe nunggu sejam di halte kentungan!!! @transjogja Bis bobrok. Sopir sakkarepe dewe nyetire. (Abraham guntur,

Se”nyaman”nya transjogja, jalurnya susah diapalin, haltenya gak sebanyak londrian di pogung, dan waktu tunggunya bikin nyerah. (Dwi Setyaningrum, 5:09 PM – 11 Mar 2017)

Dan masih banyak lagi disini https://twitter.com/search?q=transjogja

Memaksimalkan Keterisian Penumpang Trans Jogja

Sepengetahuan saya, bahwa:

  1. Kemacetan di Jogja terjadi pada saat aktivitas berangkat sekolah dan bekerja dan waktu pulangnya. Dan kalo libur panjang.
  2. Setelah lewat jam itu, jalanan cenderung lebih lengang, arus lalu lintas lancar.
  3. Yang mendominasi jalan adalah kendaraan pribadi: motor roda dua dan mobil roda empat.Sekarang ditambah gojek, uber, grab.
  4. Penyumbang terbesar PAD DIY itu dari pajak kendaraan bermotor.
  5. Tidak ada angkutan kota yang memadai. Adanya hanya colt elf lama warna kuning-coklat dan bus kota yang entah berapa persen penduduk Jogja mengetahui jalurnya.
  6. Trans Jogja ramai hanya di jam ramai tersebut, dan hanya di jalur-jalur tertentu.
  7. Penamaan jalur colt, buskota, maupun transjogja selalu memakai gabungan angka-huruf. 1A, 1B, 2A, 2B, 3A, 3B. 1A lewat mana? 1B yang lewat mana? Sulit untuk dihafal. Tidak meng-asosiasi-kan dari mana kemana. Coba bandingkan dengan angkot Malang (arjosari landungsari, lebih mudah dicerna)
  8. Transjogja ternyata tidak punya website khusus, misal transjogja.com. Ada laman di wikipedia, tidak lengkap. Twitter tidak ada yg resmi.
  9. Menghapal jalur transjogja itu sulit, melihat petanya saja sulit. Mending tanya langsung ke petugas jaganya.
  10. Naik transjogja itu lama. Kalo naik motor bisa 20 menit, naik transjogja 1 jam. Itu pun masih harus dijemput, atau ngojek. Terutama waktu nunggu bisnya dateng. Sakjanen bise ki ono piro je,,, ket mau re teko teko,,,putus asa 😦
  11. Sepertinya masih lebih bisa dipercaya Sugeng Rahayu ataupun Mira yang setiap 5-10 menit pasti ada yang lewat.

Karena judulnya memaksimalkan, saran saya sbb:

Ada websitenya transjogja.com, berisi rute yang mudah dihapal. penamaan jalur juga yang mudah diterima akal

mengapa 1A, mengapa 1B, 2A, 2B, susah sekali

dari yogyes.com

ternyata jalur 1 itu dari prambanan, kenapa ngga disebut aja 1A  itu jalur Pram-TG-Malbor-Janti-Bandara, Pram-Malbor

1B = Bandara-Gembiraloka-Pos-UGM-Amplaz

yang jalur 2 ternyata berbasis Jombor, 3 dan 4 Giwangan.

rute yang realistis, perhatikan arus aktivitas masyarakat, bisa ditampung dari survey, atau model2 pengumpulan data lainnya. rute yang ngga aktif diilangin, kayak ngelola rute pesawatlah,,, yang ngga ada penumpangnya delete aja

Waktu tunggu, di website bisa dipasang jam keberangkatan dari prambanan misalnya. Tampilkan jg ada berapa bis di rute itu. Jadi masyarakat bisa mengira-ira kapan dia berangkat, kapan kira2 sampai.

Feeder. kalo pengin dinaiki banyak orang, mustinya dipelajari daerah mana yang banyak calon penumpangnya, sediakan angkot feeder ke halte paling terjangkau. sosialisasikan jam keberangkatan.

Penyewaan sepeda onthel. Halte di daerah kota masih ada jarak ke tempat tujuan. Sediakan feeder, atau onthel yang bisa disewa. Kalo deket pasti jalan kaki. Kalau jauh, ngojek mahal. Memang ada ngojek 5000? pasti minimal 10.000.

CS yang terus menerus menerima masukan warga, keinginan, kritik, dan saran. Masukan diolah dan diteruskan sebagai aksi untuk perubahan. Permintaan masyarakat dipenuhi, transjogja survive. Contohlah Sumber Kencono mengenai ketepatan waktu, ketersediaan armada, kepastian adanya, waktu tunggunya.

Untuk menarik penumpang lagi, bisa dengan cara2 membership, doorprize, dan teknik2 lainnya.

PAD terbesar itu dari pajak kendaraan bermotor

Kendaraan Baru Penyumbang PAD Terbesar DIY
Rabu, 20 Agustus 2014 14:44

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ekasanti Anugraheni

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Kemacetan menjadi masalah utama di Kota Yogyakarta yang belum juga terselesaikan. Banyaknya kendaraan baru jadi pemicu utamanya. Ironisnya, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) ternyata menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar DIY.

80 persen PAD berasal dari pajak kendaraan bermotor ini. Padahal, itu juga yang jadi pemicu kemacetan. Sulit kami,” ungkap Kepala Bidang Anggaran dan Pendapatan DPPKA DIY Gamal Suwantoro dijumpai di kantornya, Selasa (19/8).

Dari total PAD DIY senilai Rp1,3 triliun, pajak kendaraan bermotor menyumbang hingga Rp1 triliun. Kondisi ini ibarat buah simalakama. Sebab, DIY tak punya sumber pemasukan lain yang besarnya setara dengan pajak kendaraan ini. “DIY kan enggak punya Sumber Daya Alam (SDA) yang bisa menyumbang pemasukan sebesar itu,” ujarnya.

Data DPKAA DIY menunjukkan adanya penambahan 5 hingga 10 persen kendaraan baru setiap tahunnya. Pada 2013 terdapat 148 ribu mobil dan motor baru di DIY. Total kendaraan yang terdata bahkan mencapai 1,39 juta unit. Hampir 50 persen di antaranya merupakan mobil murah Low Cost Green Car (LCGC). Sementara volume jalan tidak bertambah.

Untuk mengerem lonjakan kendaraan itu, Pemda DIY sudah menerapkan pajak progresif. Tapi hal itu hanya berlaku untuk kendaraan roda empat. Penerapan pajak progresif untuk sepeda motor sempat ditentang kalangan mahasiswa pada 2011 lalu. Alasannya banyak pengguna sepeda motor dari kalangan pelajar dan mahasiswa yang kemampuan ekonominya pas-pasan.

“Upaya mengerem jumlah kendaraan baru ya lewat pajak progresif itu. Tapi besarannya memang masih lebih kecil dibanding DKI Jakarta,” tutur Gamal.

DKI Jakarta menerapkan pajak progresif yang besarannya hampir dua kali lipat dari pajak reguler. Untuk kendaraan kedua, pajaknya naik jadi dua persen dari Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB). Kendaraan ketiga jadi empat persen, kendaraan kelima bahkan mencapai 10 persennya.

Menanggapi kemacetan itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Energi dan Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM) DIY melakukan kajian kembali soal kebutuhan infrastruktur jalan di DIY. “Mana saja yang butuh flyover atau underpass untuk memecah kepadatan,” kata Sri Sultan.

Sebab, titik kepadatan tidak hanya terjadi di pusat kota Malioboro saja tapi sudah menyebar hingga jalur lingkar (ring road). Terlebih, akibat limpahan arus dari Comal, kepadatan kendaraan naik dua kali lipat di DIY.

Kantong-kantong parkir baru yang tengah digarap Pemda, yakni Ngabean dan Abu Bakar Ali juga dianggap belum mampu mengatasi luberan parkir kendaraan yang memadati jalan. “Saya yakin itu belum cukup. Lahan 30 ribu meter persegi untuk parkir itu tetap harus ada,” ujar Gubernur. (tribunjogja.com)


Realisasi setoran pajak di DIY 2016 lebihi target
Kamis 12 Jan 2017 10:03

Ajeng Widya

Dinas Pengelolaan Pendapatan, Keuangan, dan Aset Derah Istimewa Yogyakarta mencatat Pendapatan Asli Daerah (PAD) DIY dari sektor pajak selama 2016 mencapai Rp 1,44 triliun.

Kepala Dinas Pengelolaan Pendapatan, Keuangan, dan Aset DIY Bambang Wisnu Handoyo di Yogyakarta, Rabu, mengatakan capaian PAD dari sektor pajak tersebut mencapai 101% dari target sebesar Rp 1,424 triliun. “Penyokong terbesar masih dari sektor pajak kendaraan mencapai hampir 90%,” kata Bambang.

Bambang mengatakan dengan tingginya pendapatan dari sektor pajak tersebut realisasi pendapatan asli daerah (PAD) DIY selama 2016 dapat terealisasi Rp 1,673 triliun.

Pajak dari sektor kendaraan berkontribusi Rp 1,2 triliun. Angka itu diperoleh dari capaian pajak kendaraan bermotor Rp 600 miliar, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) Rp 428 miliar, serta Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) Rp 221 miliar. Lalu, kontribusi dari pajak rokok Rp189,6 miliar.

Bambang berharap selain dari sektor pajak, hasil pengelolaan sejumlah perusahaan atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DIY dapat berkontribusi signifikan pada 2017.

Sejumlah perusahaan yang dimaksud Bambang adalah PT Anindya Mitra Internasional (PT AMI), PD Taru Martani, serta PD Bank Pembangunan Daerah (BPD).

Ia mencontohkan PT AMI, selain sebagai operator bus TransJogja, melalui unit usaha tambangnya berpeluang mengembangkan hasil olahan lanjutan dari produksi bahan-bahan galian terutama batu kapur (calcium carbonat) selain sebagai bahan konstruksi juga sebagai bahan bakar alternatif.

“Untuk 2017 saya memang ingin konsentrasi membesarkan BUMD. Misalnya PT AMI dari divisi tambangnya,” kata dia.

Sumber : kontan.co.id (Yogyakarta, 12 Januari 2017) dicopy klinikpajak.

Sebagai warga Jogja, kadang terpikir, kapan ya kota ini memiliki moda transportasi masal yang cepat, tepat waktu, hemat biaya, terjangkau. Sebagaimana yang dimiliki kota-kota tetangga sebelah, sebut saja Singapura dan Kuala lumpur.

Setiap sore, berpeluh asap, rebutan start dari lampu merah, sepertinya mau-nggak-mau saja. Waktu tempuh semakin lama. Apa iya transportasi kota terpelajar begini-begini terus?

Sementara kota-kota negara lain dengan bangga memamerkan rute-rute baru MRTnya, kecanggihan otomatisnya, kita disini setiap hari disuguhi selebaran sales harga sepeda motor melulu.

Beberapa tahun lalu telah mencuat gagasan pengaktifan jalur kereta Jogja – Magelang. Dan beberapa jalur lawas lainnya, kabar-kabarnya juga mau direvitalisasi. Sungguh menyenangkan.

Tapi, kabarnya itu juga baru wacana. Terlebih setelah melihat bagaimana porsi pajak kendaraan bermotor yang dominan sebagai penyumbang PAD.

 

Kan sudah ada transjogja mas?

Sampeyan pernah naik transjogja? kalo belum silahkan naik dulu, baru tulis komentar di bawah ini.